Minggu, 10 Juni 2012

Budaya Ingin Cepat Kaya (Get Rich Quick)

Budaya Ingin Cepat Kaya (Get Rich Quick)

Hampir semua orang ingin menjadi kaya. Tentunya dengan cara yang terhormat dan halal, agar apa yang diperolehnya menjadi berkah dan bermanfaat. Bukan dengan jalan pintas  atau instant yang bisa dicapai tanpa kerja keras dan  cerdas. Hal ini juga sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa semuanya harus melalui proses. Dengan proses dan kerja keraslah sebenarnya yang membawa kebanggaan bangsa ini. Lihat saja budaya kita yang terkenal di seanterao dunia adalah budaya yang lahir dari proses kreatif dan kerja keras, karena kita tidak malas untuk berkeringat.

Tapi kenapa kita jadi kehilangan akal dan menggantinya dengan budaya instant dan jalan pintas untuk menjadi kaya? Budaya instan ini justru menjadikan kita bangsa yang kerdil, karena budaya jalan pintas ini sebenarnya tak ada dalam kamus sejarah bangsa Indonesia. Demikian dengan kemerdekaan kita, yang diraih dengan tetesan darah, kehilangan nyawa serta keringat bukanlah hibah dari penjajah. Sungguh budaya jalan pintas ini memberikan suri teladan yang amat buruk bagi anak bangsa ini. Padahal Bapak bangsa selalu mengingatkan untuk terus menggali kekayaan kita yang berlimpah dengan cara bekerja keras dan cerdas serta menghargai proses dalam menggapai suatu cita-cita.

Peristiwa ini mengingatkan kita pada Koperasi abal-abal ala Koperasi Langit Biru (KLB) atau penipuan yang berkedok investasi (investasi bodong) PT Gradasi Anak Negeri (GAN). Walau koperasi baru berdiri tahun lalu, KLB sudah menjaring uang Rp 6 triliun dari 140 ribu nasabahnya. Begitu juga dengan terungkapnya penipuan oleh PT GAN pekan lalu. Hanya dalam waktu lima bulan saja PT GAN mampu menggaet 21 ribu investor. Total dana yang terkumpul oleh PT GAN ini mencapai Rp 390 miliar dengan investasi paling sedikit per nasabahnya Rp5 juta dengan dijanjikan uangnya bisa berlipat hingga puluhan juta dalam waktu relatif singkat.

Praktik itu jelas telah menunjukkan tumbuh suburnya budaya instant atau budaya ingin cepat kaya (Get Rich Quick), yang semakin melenakan masyarakat kita. Meski kita punya uang yang sebenarnya bisa dipakai untuk berusaha, namun masyarakat lebih suka mendapatkan langsung tanpa perlu bersusah payah. Budaya instan ini pulalah yang menyuburkan praktik korupsi di negeri ini dengan menilep uang rakyat maupun  dengan menduduki jabatan atau kekuasaan dengan cara instant. Tentunya dengan cara berbuat curang, baik dalam pemilu maupun pemilu kada.

Walaupun keajabaiban atau miracles itu  ada, tapi tidak berlaku untuk semua orang. Makanya bagi kebanyakan dari kita, memang harus berakit-rakit kehulu dan berenang-renang ke tepian. Kenapa kita jadi begitu mudah terpengaruh oleh iming-iming yang tidak masuk akal? Jangankan ingin cepat kaya, untuk makan siang pun tidak ada yang gratis. Suatu anekdot yang tepat untuk menggambarkan ini, "There is no such a free lunch". Ini jelas suatu sindiran bahwa sebenarnya semua harus dilalui dengan pengorbanan, apalagi kalau kita mau menjadi kaya. Pantaslah orang-orang jaman dulu menyebutnya: "Jer Basuki Mowo Beo" yang intinya kalau kita menginginkan sesuatu harus dimulai dengan menanam dan merawatnya, bahkan dibutuhkan biaya baik waktu, tenaga, pikiran dan terkadang juga uang. Bagaimana menurut Anda???

Selamat Beraktivitas dan Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar